"MENERAPKAN SISTEM MANAJEMEN YANG SEDERHANA DI UMKM""
Menurut kementrian koperasi Pada tahun 2019 jumlah UMKM sudah mencapai 65,47 juta unit
Dan ini merupakan jumlah yang sedikit dan sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia, dan tidak sedikit pula orang yang menggantukan penghasilannya dari profesi mereka sebagai UMKM
Ini menunjukan bahwa UMKM tidak bisa di anggap remeh, namun UMKM pun sangat lah rentan dalam banyak kondisi seperti perubahan cuaca, perubahan iklim, perubahan pasar, dan masih banyak lainnya bahkan tidak bisa lupa dan hilang dari benak dan ingatan kita bahwa pandemi COVID -19 mampu mengobrak abrik perekonomian Indonesia dan berdampak terjadinya gelombang PHK massal.
Pandemi COVID-19 berdampak parah pada pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia. Meski sejarah mengingatkan kita, perubahan dalam perekonomi kerap terjadi dan berdampak pada suatu negara, benua, bahkan dalam skala global.
Setiap perubahan yang tiba - tiba atau volatil dalam kondisi ekonomi akan mengakibatkan kerugian. Bentuk kerugian ini dapat diukur dengan derajat penurunan pertumbuhan ekonomi suatu negara relatif terhadap satu atau beberapa periode sebelumnya. Secara umum, besaran nominal juga akan berasal dari kerugian yang timbul sehubungan dengan penerimaan negara dan penghentian ekonomi. Tentu saja, ini menimbulkan efek domino di industri tertentu, mungkin sebagian kecil atau mungkin sebagian besar industri.
Meninjau kondisi masa lalu dari penurunan atau ketidakstabilan pembangunan ekonomi dengan penyebab yang berbeda menunjukkan bahwa konsekuensi dalam bentuk tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dapat menjadi risiko atau kerugian nyata yang harus diperhitungkan. Namun belum dapat dipastikan apakah teknologi saat ini dapat memperkirakan risiko apa yang akan terjadi di waktu yang akan tiba, karena pencegahan dan penanggulangan secara khusus sangat diperlukan, namun tidak dapat disamaratakan kerugian yang terjadi. Inovasi kebijakan untuk manajemen yang efektif dan efisien sangat dibutuhkan untuk risiko tertentu.
Menyadari bahwa Indonesia juga terdampak wabah COVID-19, pada sektor perekonomi sangat terimbas dan mengakibatkan sedikit banyaknya kerugian pada instansi pemerintah maupun swasta. Bahkan, tak sedikit perusahaan dan UMKM terkena imbas pengurangan pendapatan dan terhentinya aktivitas penyokong operasional mereka. Oleh karena itu, pemutusan hubungan kerja karyawan menjadi salah satu risiko yang tidak menuntungkan lainnya bagi masyarakat, seperti buruh dan tak sedikit buruh pabrik maupun pekerja kasar harus kehilangan mata pencaharian.
Kerentanan UMKM
Sedangkan untuk UMKM sendiri, sektor ini telah membantu menarik sekitar 117 juta tenaga kerja pada tahun 2018, dengan persentase tenaga kerja di usaha mikro sekitar 91%. Pada tahun 2018, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memberikan kontribusi sekitar 57,8% terhadap perputaran roda perekonomian negara Indonesia atau Rp8.574 trilliun.
Pemerintah telah memberikan dukungan UMKM dengan mengambil langkah-langkah untuk membantu UMKM tetap bertahan dengan mengelompkan Kembali (Reclusterisasi) supaya Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tetap bisa relevan dan mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat dalam kondisi perekonomian saat ini. pengalokasian anggaran pemerintah yang di peruntukan pada para UMKM, BUMD dan insentif usaha tetap, masing-masing mendapatkan bantuan sebesar Rp114,8 trilliun, Rp 62,2 trilliun dan Rp 120,6 trilliun. Reorganisasi program PEN menunjukkan keinginan pemerintah untuk selalu memastikan penggunaan APBN berfungsi optimal untuk mengatasi dampak dari pandemi (APBN Kita, November 2020).
Dengan pertolongan dan dukungan tersebut, perlu dibangun manajemen risiko di daerah yang didukung oleh pemerintah untuk mengoptimalkan dan memaksimalkan program PEN. Manajemen risiko tentunya sudah diterapkan pada instansi di pemerintahan, perusahaan yang besar, perusahaan menengah dan perindustrian. Muncul lah pertanyaan, perlukah manajemen risiko harus diimplementasikan untuk para pelaku UMKM yang beroperasi dalam skala yang lebih kecil dan memiliki keterbatasan pendanaan?, pada jurnal “International Journal of Risk Management and Prevention” “An Empiris Take on Qualitative and Quantitative Risk Factors”, menjelaskan bahwa isu risiko sangat penting, yang dapat mempengaruhi pencapaian dan tujuan proyek dalam jangka waktu tertentu (Raghunath, Devi, Patro, Gayatri, 2017). Dari sudut pandang lain, risiko adalah peristiwa yang tidak pasti yang jika terjadi akan berdampak positif atau negatif terhadap keberlanjutan organisasi (Clifford, 2006). Oleh sebab itu, UMKM harus diwajibkan untuk melakukan penerapan manajemen risiko terlepas dari berapapun modal awal mereka.
Pelatihan manajemen risiko dalam kerangka usaha kecil dan menengah sebenarnya dapat dilakukan dengan mudah. Misalnya, UMKM yang mengoperasikan kerajinan rajut eceng gondok untuk kebutuhan dalam negeri dan rutin melakukan ekspor. Perlu dibuat spreadsheet buku risiko untuk mengidentifikasi risiko, memeperhitunkan nilai kerugian dan mengetahui cara mengelolanya. Risiko pasokan bahan baku dapat muncul, yaitu peristiwa yang tidak dapat diduga tetapi berdampak tinggi. Misalnya bahan baku rusak, pemasok lambat mengirim bahan sehingga mempengaruhi proses produksi. Risiko lain adalah untuk menggaet para pelanggan, Anda harus berinovasi produk custom sesuai pesanan tetapi insinyur memiliki desain yang salah. Atau, risikonya bisa dalam bentuk harga komoditas.
M.Zahidnurasyam
STEI SEBI